Apa sih yang sahabat ketahui tentang kemerdekaan? merdeka dari penjajah, merdeka dari segala keterbatasan, merdeka berkreasi tanpa melihat status seseorang atau apa? apakah salah satu sahabat kita dimana Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) sudah merasakan kemerdekaan? dan makna kemerdekaan bagi orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) sendiri itu apa? Bertepatan dengan bulan Agustus dimana Indonesia memperingati hari kemerdekaan, bagaimana orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK) memaknai kemerdekaan dan kebebasan dalam berkarya, kesejahteraan mental dan bersosialisasi di masyarakat tanpa adanya hambatan dan stigma kusta baik dari diri sendiri maupun stigma lingkungan yang melekat pada diri sendiri.
Mengenal apa itu OYPMK
OYPMK merupakan istilah untuk Orang Yang Pernah Mengalami Kusta dimana mereka sudah dinyatakan sehat, dan dapat melakukan dan berkegiatan dengan bebas tanpa adanya stigma dan diskriminasi yang membuat mereka seakan tidak memiliki hak. Kusta adalah penyakit menahun yang dapat disembuhkan dengan pengobatan yang disebut Multi Drugs Treatment (MDT), walaupun penyakit kusta sendiri merupakan penyakit kuno karena ada sejak lama, tetapi bukan karena keturunan apalagi kutukan dan tidak menular.
Mereka juga tidak menginginkan hal tersebut terjadi kepada dirinya tapi takdir sudah menghampiri dan mengalami kusta seperti yang terjadi kepada Marsinah Dhede OYPMK/aktivis wanita dan difabel , dimana pada usia 8 thn saat itu masih anak-anak sehingga tidak mengetahui bahwa mengidap penyakit kusta, setelah mendengar informasi di radio dengan tanda-tanda yang sama dengan apa yang dialaminya, maka langsung memberitahukan kepada keluarga untuk dibawa ke Puskesmas dimana saat itu dengan informasi yang terbatas, padahal dialam keluarga maupun lingkungan tidak ada yang mengidap penyakit kusta.
Makna Kemerdekaan Bagi Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK)
Pada hari Rabu, 24 Agustus NLR Indonesia bersama ruang publik KBR mengadakan talkshow Live YouTube dengan tema “Makna Kemerdekaan Bagi OYPMK , Seperti Apa ?” Diskusi kali ini menghadirkan dua perempuan hebat sebagai nara sumber yaitu; Dr. Mimi Mariani Lusli selaku Direktur Mimi Institute dan Marsinah Dhede sebagai OYPMK / aktivis Difabel & Perempuan
Dimana terdapat pengalaman yang terjadi dari Dr. Mimi Mariani Lusli selaku Direktur Mimi Institute mengetahui bahwa dirinya mengalami kebutaan pada saat usia 17 tahun sampai merasakan kehilangan hak, ditambah lagi dengan stigmanisasi itu muncul dari masyarakat justru akan mempertebal stigma dalam diri masing-masing walaupun dalam diri sendiri sudah merasakan kuat menghadapi hal ini, ingin maju tetapi pada masyarakat, pemerintah, lembaga, kebijakan, peraturan perundang-undangan kadang tidak berpihak, sehingga hal itu membuat cemas, khawatir, stress terhadap masa depan seperti merasakan dunia runtuh.
Stigmanisasi terhadap diri sendiri spontan muncul ketika mengetahui apa yang telah dialami. Kondisi umum psikologis yang kerap terjadi pada OYPMK sekaligus penyandang disabilitas, ketika orang mengetahui bahwa mereka adalah penyandang disabilitas baik karena kusta maupun bukan, sering kali yang dialami pertama kali adalah shock terapi, dimana fikiranya adalah tidak ada masa depan, tidak berguna lagi, tak tahu apa yang harus dilakukan, apa yang terjadi dengan keluarga dan masyarakat.
Dengan kejadian tersebut akhirnya pada tahun 2009 terlahirlah lembaga Mimi Institute, sebuah lembaga sejak 2009 berdiri sudah 13 tahun lalu dimana lembaga ini fokus pada visi meanstreaming disability for better life, yang ingin membiasakan masyarakat untuk berinteraksi dengan teman-teman disabilitas dengan ragam interaksi yang berbeda satu sama lain sehingga masyarakat dapat berinteraksi secara aksep dengan penyandang disabilitas.
Lembaga ini melakukan kegiatan meliputi konsultasi, edukasi untuk anak dan remaja berkebutuhan khusus baik yang tuna netra, disabilitas netra ,sensorik, autism dan lain sebagainya. Edukasi yang dilakukan kepada masyarakat meliputi seminar, kegiatan publikasi seperti menulis buku, modul untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat, mengenai apa itu disabilitas dan bagaimana cara berinteraksi yang akses kepada teman-teman penyandang disabilitas
Para penyandang disabilitas termasuk orang yang pernah mengalami kusta kerap kali berkonsultasi ke Mimi institute untuk mengetahui kebutuhannya dan terlebih kepada penyadaran hak asasi. Penyandang disabilitas baik yang disebabkan oleh kusta ataupun ragam disabilitas lainnya. masih saja terjebak dalam lingkaran diskriminasi status penyandang kusta akan tetap ada pada dirinya seumur hidup walaupun sudah dinyatakan sembuh hal tersebut yang akan berdampak kepada psikologis orang yang pernah menyandang status kusta. Selain gangguan kesehatan orang yang pernah mengalami kusta akan juga mengalami gangguan dalam hidupnya seperti : gangguan kesejahteraan psikologis , gangguan hubungan sosial, masalah dengan lingkungan sekitar sehingga sulit untuk kembali ke masyarakat, karena tak jarang ditemukan kesulitan karena keterbatasan dan kurangnya dukungan sosial dari masyarakat itu sendiri, hal ini menandakan sulitnya kebebasan dan kemerdekaan.
Penyebab munculnya stigma
Stigma dari dalam diri sendiri menjadi momok utama bagi penyandang disabilitas dan orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK), yang menyebabkan mereka menjadi minder, tidak mau bergaul dan mengucilkan diri tidak akan hilang, untuk itu perlu partisipasi aktif dari berbagai macam pihak, organisasi, masyarakat. Beberapa penyebab munculnya stigma meliputi :
- Kurangnya pengetahuan dan informasi serta edukasi kepada masyarakat,
- Tidak adanya keberanian untuk berbicara, bergaul serta berkumpul untuk mendekatkan diri kepada masyarakat.
Peranan untuk mendukung pemberdayaan penyandang disabilitas dan OYPMK
Peran serta masyarakat dan orang terdekat dalam upaya mendukung pemberdayaan penyandang disabilitas dan OYPMK, sangat penting untuk membuat semacam afirmativ action bagi penyandang disabilitas maupun OYPMK, dimana untuk pekerjaan sendiri disabilitas tercantum di dalam UU dimana penyandang disabilitas dan OYPMK memiliki hak, dimana standar minimal penerimaan 1-2%. /negara mendorong afirmativ action kepada penyandang disabilitas agar tidak tertinggal, karena paling banyak penggangguran yang ada berasal dari OYPMK serta penyandang disabilitas, karna mereka perlu diberikan peluang untuk bekerja, diberikan skill peningkatan kapasitas termasuk dukungan pendidikan.
Peranan Dunia Kesehatan
Selain diri sendiri, keluarga dan masyarakat, perlu juga disiapkan dari dunia kesehatan, dalam hal ini atas pemeriksaan medis, dimana dunia kesehatan dapat memberikan dorongan walaupun divonis mengalami hal tersebut, sehingga pasien dapat melakukan hal lain atau alternatif lain walaupun harus menggunakan kursi roda, atau dapat bersekolah di SLB untuk belajar braile dimana hidup dalam kondisi tidak melihat. Jika hal ini ada referal dari sistem kesehatan ke sistem konseling itu akan lebih menolong.
Peranan Pemerintah, lembaga maupun komunitas
Pemerintah atau lembaga maupun komunitas harus gencar melakukan publikasi, memberikan informasi serta penjelasan kepada masyarakat maka semuapun akan sadar bahwa penyakit kusta bukan penyakit yang terisolasi dan berbahaya , kusta hanyalah penyakit kulit yang sudah ada obatnya, sehingga ini dapat mengembalikan temen kusta ke tengah masyarakat. dengan sekolah belajar kalau dijauhi maka dekatkan diri kita ,
Walaupun di Indonesia sudah ada UU mengenai hak terhadap perlindungan dan hak penyandang disabilitas, hanya saja untuk sisi implementasi dan monitoringnya dari kebijakan tersebut belum optimal terhadap penyandang disabilitas, dimana mereka belum merdeka jalan di trotoar, merdeka menggunakan transportasi, merdeka pergi ke sekolah , merdeka pergi kerja dan lain sebagainya.
Untuk akses pekerjaan sendiri sudah ada hak dengan cara mengisi atau meminta hak tersebut, jika tidak dapat melakukan sendiri maka lakukan bersama-sama dengan komunitas seperti komunitas PerMaTa (Perhimpunan Mandiri Kusta), NLR Indonesia agar dapat mengetahui bagaimana dapat mengisi pekerjaan di BUMN yang 20% dan swasta 10% dengan memiliki skill, persyaratan kerja, bagaimana dapat mengakses informasi pekerjaan melamarnya, dan juga dibutuhkan ketahanan untuk dapat bekerja walaupun dikucilkan, itu merupakan hal mendasar yang harus dimiliki.
Kesimpulan
Penyandang disabilitas dan Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) tetap harus dapat merasakan kemerdekaan dimulai dari keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitar untuk mendapatkan hak yang sama dengan cara menumbuhkan rasa percaya diri, mempunyai keberanian bicara untuk menjelaskan keadaan yang dihadapi.
Pilihan dan peluang itu banyak, tetapi jika stigma lingkungan membatasi hal tersebut maka peluangpun akan berkurang, jangan selalu mengelompokkan diri dan hapus atas stigma penyakit kusta dengan melakukan sosialisasi yang bisa menjangkau dan mengemas masyarakat sekitar.
Kurangi dan hilangkan istilah yang menyudutkan seperti istilah penderita kusta bisa diganti dengan orang yang pernah mengalami kusta (OYPMK), memberanikan diri untuk melakukan pendekatan kepada masyarakat , perbanyak kegiatan sosialisasi melalui radio untuk menambah edukasi. Mulailah dari diri sendiri dan ajak keluarga untuk paham dan keluar dari penjara yang membuat menjadi tidak merdeka. Jadilah seperti 2 perempuan hebat ini yang akhirnya dapat memerdekakan diri dari stigma dan diskriminasi di masyarakat, itulah makna kemerdekaan bagi Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK)